Jumat, 15 Februari 2019

Tentang Menghargai Perbedaan


Ini kisah tentang anak perempuan yg berbeda latar belakang...



          Sewaktu menjadi mahasiswa, saya salah satu volunteer sebuah sekolah rakyat, disanalah pertama kali saya bertemu dengan seorang anak perempuan kelas 3 SD yg extraordenary menurut saya, kenapa?? She is smart girl, selalu nyambung sama apa yg saya ajarkan, when I asking to her, ntar kalo gede pengen jadi apa? (Cita-citanya) dia jawab kalo dia pengen sekolah tinggi sampe S3 di Unair dan jadi dokter, luar biasaaah anak kelas 3 SD sudah punya tujuan yg jelas, saya jadi merasa malu , beda banget sama jaman saya SD, saya aja taunya sekolah sampek lulus SMA, belum paham apa itu sarjana (maklum anak desa).


            Ayahnya seorang apoteker dan ibunya ibu rumah tangga. Saya merasa eman jika anak sepintar dia gak ada yg ngajarin, akhirnya di luar jadwal mengajar dan kuliah, saya pun dengan senang hati megajarinya, berharap kelak dia jadi anak yg bisa memanfaatkan ilmunya untuk sekitar, agama dan negara.

             Pertama kali datang ke rumahnya saya sempat kaget karena pertama kali juga melihat hal ini di kota Surabaya, jadi mereka sekeluarga (4 orang) tinggal di sebuah kontrakan 3x4  meter dimana didalam rumah itu terdapat barang2 rumah tangga yang memenuhi ruangan dan toilet bersama berada di luar. Hmmm I can't speak anymore. Kebayang nggak sih betapa sabarnya si anak  ini. Orang tua anak ini memang menekankan pada ilmu dan agama terlihat dari si anak yang sangat suka belajar dan mengaji (di jaman sekarang tak jarang anak2 lebih memilih menghabiskan waktu bersama gadget mereka). Anak ini juga sudah pandai mencari uang dengan hasil karyanya yang di jual ke teman2nya (semacam belajar bisnis lah). MasyaAllah....


            Menjelang tugas akhir saya menjadi guru privat anak lain, 2 bersaudara si adik kelas 1 SD dan si kakak kelas 4 SD di salah satu SD Swasta di Surabaya, mereka adalah anak-anak yg kalau saya bilang termasuk kids jaman now, dari keluarga terbilang mampu, tinggal di sebuah perumahan (beda 180° lah intinya sama anak yg saya ceritakan pertama tadi) Semua fasilitas tersedia mulai dari tv, WiFi, gadget, kamar AC, kulkas, cemilan (lengkap lah pokoknya) apapun bisa mereka gunakan sesuka mereka, Kedua orang tua anak ini sibuk dengan pekerjaan mereka, mereka anak yg smart but yang namanya anak2 pasti gabisa jauh lah ya sama namanya nakal dan males belajar.
            Pernah saya mendengar cerita, karena kenakalan anak2 ini beberapa pengasuh memilih mengunci mereka di dalam kamar atau di dalam rumah, hingga pada akhirnya orang tua memutuskan tidak memakai pengasuh karena kasian dengan anak2 ini. Mereka sekolah hingga pukul 2 siang, jadwal les jam 4 sore, orang tua mereka hanya bisa memantau by phone saja.. Apakah sudah sampai di rumah? Apakah sudah makan siang? Apakah sudah mandi sore? Orang tua kedua anak ini hanya mendengar dari suara (terkadang video call juga sih). Sepulang sekolah kedua anak ini dirumahnya tanpa adanya pengawasan orang dewasa. Orang tua mereka sering pulang sekitaran jam 8 malam, tiap saya kesana tak jarang mereka masih berpakaian sekolah, belum makan dan mandi karena asyik dengan gadget mereka. (Kalo di pikir lagi saya serasa baby sister waktu itu ) finally saya yg harus memastikan mereka siap belajar tanpa ada gangguan. 
            Yang saya rasakan berbeda sekali dengan anak yg pertama saya ceritakan yg hidupnya mungkin "pas-pas an", seperti anak2 lainnya dia seorang gadis polos, pemalu dengan sopan santunnya (contoh : nyalamin saya ketika datang dan pulang). 
            Kembali lagi ke dua gadis di perumahan, mereka sangat berani nggak ragu buat ngomong dan bertindak sesuka mereka, saya sih memaklumi karena lingkungan mereka memang seperti itu. Ada hal yang saya suka dari kedua anak bersaudara ini, mereka tak ragu untuk bertanya ketika mereka merasa penasaran, jadi kedua anak ini non muslim tapi mereka tertarik akan Islam, tak jarang tiap kali saya mengajar mereka menanyakan beberappa hal tentang Islam dan dengan antusiasnya saya menjawab (berharap nanti kalo sudah besar hati mereka tergugah untuk masuk Islam :D).
   Cerita lain suatu ketika si kakak yg saat itu kelas 5 SD menangis tersedu2, mungkin hari itu saking capeknya dia kali ya, si anak ini bercerita (sampe jadinya itu adalah sebuah curahan hati ). Dia merasa sebal dengan maminya karena tak kunjung pulang, dia lelah tiap hari menunggu orang tua mereka datang ke rumah, yapss... mereka butuh kasih sayang lebih di usia mereka, saya jadi speechless karena ini kan masalah keluarga yg tidak mungkin saya ikut campur yaa...             Akhirnya saya kasih saran untuk si anak ini agar mengutarakan ke maminya dan bisa ngerti yg di pengen si anak ini (bukankah komunikasi itu adalah hal yg utama untuk menyelesaikan masalah? ya kan?), anak itu bilang sudah pernah ngomong, maminya berbicara mau cari uang dulu yg banyak baru nanti stay di rumah dan si anak ini masih menunggu hal itu terjadi. Saya kasian melihat anak ini menangis sebegitu jadinya karena rindunya kasih sayang orang tua mereka yg sedang sibuk bekerja. 
            Saya tahu perasaan si mami pasti juga berat untuk ninggalin buah hatinya di rumah hanya berdua. Tapi semua adalah pilihan yaa... Saya tidak ingin mengjudge itu salah atau benar karena sayapun tidak tau alasan sebenarnya si mami memilih bekerja dan meninggalkan anak2nya. Karakter dari anak2 yang berbeda latar belakang ini membuat saya sadar, anak-anak di usia mereka masih harus dalam pengawasan orang tua, lingkungan mempengaruhi karakter anak terutama didikan orang tua. Saya berharap kelak mereka semua bisa menjadi manusia yg berguna untuk sekitar. Yang jelas dari pengalaman ini saya punya pesan utama untuk pembaca sekalian.
“Jika masih ada suami di yang mampu untuk menafkahi, sebaiknya kita sebagai perempuan tetap di rumah untuk menjaga dan mendidik buah hati kita. Dan jika memang ingin membantu finansial keluarga bisa kok dengan cara yang lain tanpa kita harus ninggalin buah hati tercinta, bukankah anak adalah harta paling berharga bagi orang tua nya? Yang takkan pernah ternilai oleh harta apapun”
Semoga kita tidak menjadikan harta sebagai tujuan utama dalam kehidupan terutama sesudah berumah tanggan dan selalu melibatkan Allah dalam segala urusan di dunia.
Note : Tulisan ini hanyalah tuangan dari pikiran yang ingin saya bagi ke para pembaca sekalian, semoga bisa bermanfaat :D. Mohon maap apabila cerita kurang menarik dan banyak kesalahan dalam penulisan kalimat. Karena sesungguhnya penulis hanyalah manusia biasa.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar